Thifa Taman Bestari Sekolah Rumah
Home Education : mengubah paradigma orangtua dan anak (diposkan di Notes FB 19 Mei 2009)
Minggu, 03 April 2011
Home Sweet Home

Saya yakin, semua orang yang mendengar kata 'home' pasti di benaknya terlintas bayangan menenangkan. Bayangan seorang Ibu mungkin, atau...suasana nyaman yang didapat dari sebangun rumah yang hangat? Apa pun itu, kata 'home' yang sulit dicari padanan katanya dalam bahasa Indonesia, membuat setiap orang merasa tenang.

Di dalam sebuah rumah, di situlah manusia mulai belajar. Sejak kecil sebenarnya kita tak henti belajar. Tidak percaya? Coba lihat seorang bayi yang masih merah. Dia belajar percaya pengasuhnya. Kemudian dia belajar untuk menegakkan kepala, berguling, mengenali orang lain, duduk, merangkak, bicara, berdiri, berjalan, untuk kemudian dia bisa berlari dan melompat, bahkan memanjat. Di mana ia belajar semua itu? di rumah.Dengan siapa? Dengan Ayah & Bundanya.

Setelah semua keterampilan hidup mendasar didapat, lalu kenapa setelah ia besar, Ayah & Bunda menyerahkan ananda pada orang lain? Ayah & Bunda merasa tidak mampu mengajari ananda? Bukankah Ayah & Bunda bisa membaca, menulis, dan berhitung? Ayah & Bunda juga pernah jadi anak-anak kan? Jadi, kenapa ragu? Kalau Ayah & Bunda tidak menguasai suatu materi, alangkah indahnya untuk belajar bersama-sama ananda .

Bukan,,, bukan, saya bukan menyarankan Ayah & Bunda untuk tidak menyekolahkan ananda. Yang ingin saya sampaikan adalah jangan pasrah sama pembelajaran dari sekolah. Jangan merasa tidak bisa memberikan pelajaran pada ananda. Pelajaran itu bukan hanya matematika atau IPA atau bahasa Inggris saja. Pelajaran tentang hidup, keterampilan untuk bertahan hidup, pengetahuan umum itu bisa Ayah & Bunda sampaikan pada ananda. Guru di sekolah adalah mitra orangtua. Jadi bersama-sama-Guru, ananda, Ayah & Bunda-belajar bersama.

Sepakat kan kalau saya bilang tidak ada sekolah jadi orangtua? Pasti. Kalau ada, pastilah semua orangtua berbondong-bondong sekolah lagi sambil menggantungkan harapan menjadi orangtua yang paling hebat yang menghasilkan anak yang paling cerdas. Betul begitu kan? Karena pada hakikatnya, sekolah dianggap tempat penghasil manusia-manusia hebat. Sekolah menjadi orangtua itu adalah seluas bumi dan alam semesta. Lamanya sepanjang hayat di kandung badan. Toh kata pepatah, "Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepenggal galah," Ayah & Bunda boleh menggantungkan cita-cita setinggi bintang yang Ayah & Bunda temui. Tapi ingat, itu adalah cita-cita Ayah & Bunda, bukan ananda. Jadi jangan paksa dia untuk mewujudkan cita-cita itu untuk Ayah & Bunda.

Ayah & Bunda, rumah adalah tempat terbaik untuk ananda mengenal sesuatu. Karena rumah adalah tempat yang nyaman. Ayah & Bunda tidak usah pakai kurikulum internasional atau program nomor wahid untuk mengajarkan banyak hal pada ananda. Ia akan belajar dengan sendirinya. Percaya deh. Ayah & Bunda amati saja kesukaannya, perhatikan perkembangannya. Ayah & Bunda yang paling kenal karakter ananda. Dari sana, Ayah & Bunda bisa memulai banyak hal yang menyenangkan dengan ananda. Kuncinya : Sabar dan kasih sayang. Gak sabar? Ah, masa,,, Bunda sabar kok menanti 9 bulan demi melihat wajah sang buah hati. Ayah & Bunda juga sabar menuntun langkah-langkah ananda untuk pertama kali kan?

Apa yang membuat Ayah & Bunda bahagia? Saya tau jawabannya, ketika melihat senyuman di wajah Ananda. Dan, akan lebih bahagia rasanya ketika menyaksikan ananda menguasai suatu pengetahuan atau keterampilan dimana Ayah & Bunda punya andil di dalamnya. Setuju?

*bersambung*