Thifa Taman Bestari Sekolah Rumah
Dukaku untuk Guru Indonesia
Minggu, 27 April 2008
Sudah beberapa hari ini, berita di media berkisar tentang Ujian Nasional tingkat SLA. Hmm, sudahlah, pikirku, rasanya seperti bicara dengan tembok tebal, tak bertelinga, tak pula berhati-nurani. Jumat sore atau Sabtu pagi, aku lupa, potongan tayang berita di televisi tentang Ujian Nasional menyentakku. Guru ditangkap dan diinterogasi di kantor polisi karena mengubah jawaban Ujian Nasional. Waduh...

Sepanjang Sabtu, tak sempat kubuka koran. Sampai petang menjelang, tumpukan koran di ruang tamu mengusikku. Ada berita apa ya? Ternyata, sebuah judul di bagian bawah koran menarik perhatian. Pensil??? Ah, ini asal muasal berita kemarin. Bergetar ketika aku membaca. Sedih, malu, marah, tapi tak tahu pada siapa. Guru-guru mengubah jawaban, digrebek oleh polisi anti teroris. Guru = teroris? Bukan, pasti bukan. Tapi, mengubah jawaban??? Karena sayang dengan murid? tekanan? atau apa?

Di mana arti pendidikan di bumi pertiwi ini? Mendidik, bukan mengkarbit. Belajar, bukan latihan soal. Jadi untuk apa sekolah? Untuk selembar ijazah bertuliskan nama dan bertahtahkan tulisan LULUS? Cuma sekedar itu??? Aku marah. Pada siapa??? Entahlah.

Kapan negeri ini mau berbenah? Di manakah pemerintah pengayom rakyat? Tak bisakah kita menurunkan ego demi kemajuan bangsa? Tidak usah tiru sana-sini, Indonesia punya ciri sendiri. Pendidikan tak akan bergeser dari pijakannya, bila permasalahan hanya berkutat di satu lingkaran saja. Lingkaran setan. Putus mata rantai buruk yang tak patut. Ubah pola pikir kita, ubah sudut pandang tentang pendidikan. Pendidikan bukan bisnis, bukan sekedar hasil. Ada subjek di sana. Anak-anak bangsa ini. Bakal pemimpin masa datang. Apakah kita berhak merusak masa depan mereka?

Anakku, aku sayang sekali padamu. Tak sudi aku melihatmu bersusah hati. Tapi, maaf sayang, caranya tak begini. Bukan berarti kuberikan apa saja untuk membuatmu bahagia. Engkaulah yang harus mencari kebahagiaan itu sendiri. Nikmatilah, Nak, itulah perjalananmu menuju kebahagiaan.

Sahabatku, para Guru Indonesia. Air mataku selalu menggenang bila lagu Hymne Guru mengalun.

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu

Engkau sabagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa

Dukaku untuk Guru Indonesia. Dukaku untuk pendidikan.